Banyak yang beranggapan bahwa musik jazz adalah musiknya kaum elite
dan mapan. Namun bila kita menegok ke akar jazz boleh dibilang justru
bertolak belakang. Jazz adalah sebuah seni ekspresi dalam bentuk musik.
Jazz disebut sebagai musik fundamental dalam hidup manusia dan cara
mengevaluasi nilai-nilai tradisionalnya. Tradisi jazz berkembang dari
gaya hidup masyarakat kulit hitam di Amerika yang tertindas. Awalnya,
pengaruh dari tribal drums dan musik gospel, blues serta field hollers
(teriakan peladang). Proses kelahirannya telah memperlihatkan bahwa
musik jazz sangat berhubungan dengan pertahanan hidup dan ekspresi
kehidupan manusia.
Yang menarik adalah bahwa asal kata “jazz” berasal
dari sebuah istilah vulgar yang digunakan untuk aksi seksual. Sebagian
irama dalam musik jazz pernah diasosiasikan dengan rumah-rumah bordil
dan perempuan-perempuan dengan reputasi yang kurang baik. Dalam
perjalanannya kemudian, jazz akhirnya menjadi bentuk seni musik, baik
dalam komposisi tertentu maupun improvisasi, yang merefleksikan
melodi-melodi secara spontan. Musisi jazz biasanya mengekspresikan
perasaannya yang tak mudah dijelaskan, karena musik ini harus dirasakan
dalam hati. “Kalau kau menanyakannya, kau tak akan pernah tahu” begitu
menurut Louis Armstrong.
Legenda jazz dimulai di New Orleans dan berkembang ke
Sungai Mississippi, Memphis, St. Louis, dan akhirnya Chicago. Tentu
saja musik jazz dipengaruhi oleh musik yang ada di New Orleans, tribal
drums Afrika dan struktur musik ala Eropa. Latar belakang jazz tidak
dapat dilepaskan dari fakta di mana jazz dipengaruhi berbagai musik
seperti musik spiritual, cakewalks, ragtime dan blues.
Salah satu legenda jazz yang dipercaya bahwa sekitar 1891, seorang
pemilik kedai cukur rambut di New Orleans bernama Buddy Bolden meniup
cornet-nya dan saat itu lah musik jazz dimulai sebagai gebrakan baru di
dunia musik. Setengah abad kemudian, musik jazz di Amerika memberi
banyak kontribusi di dunia musik, dipelajari di universitas, dan
akhirnya menjadi sebuah aliran musik yang serius dan diperhitungkan.
Musik jazz sebagai seni yang populer mulai menyebar ke hampir semua masyarakat Amerika pada tahun 1920-an (dikenal sebagai Jazz Age).
Jazz semakin marak di era swing pada akhir 1930-an, dan mencapai
puncaknya di akhir 1950-an sebagai jazz modern. Di awal tahun 20-an dan
30-an, “jazz” telah menjadi sebuah kata yang dikenal umum.
Pengaruh dan perkembangan musik blues tidak dapat ditinggalkan saat
membahas musik jazz di tahun-tahun awal perkembangannya. Ekspresi yang
memancar saat memainkan musik blues sangat sesuai dengan gaya musik
jazz. Kemampuan untuk memainkan musik blues menjadi standar bagi semua
musisi jazz, terutama untuk digunakan dalam berimprovisasi dan ber-jam session.
Musik blues sendiri, yang berasal dari daerah Selatan, memiliki sejarah
yang sangat luas. Pemain musik blues biasanya menggunakan gitar, piano,
harmonika, atau bermain bersama dalam kelompok yang memainkan alat-alat
musik buatan sendiri.
sumber:http://nggot.multiply.com
PETA jazz di
milenium baru berubah. Cabang-cabang baru jazz tumbuh akibat
simbiose dengan entitas musik lain. Kini ada acid jazz,
techno jazz, world jazz dan banyak sebutan jazz lain
bermunculan. Subur. Meski jazz standar atau mainstream masih
jadi pijakan, dan musisi-musisi baru, penerus para master jazz
bermunculan di berbagai belahan dunia. Peta jazz sudah berrubah.
Paling tidak bertambah banyak.
Itulah sebabnya,
banyak buku-buku jazz yang harus ditinjau ulang dan
direvisi. Ini juga yang kini dilakukan oleh The New Grove
Dictionary of Jazz, yang mengeluarkan edisi terbarunya belum
lama ini. Edisi baru ini dapat dilihat di situs penyedia
buku-buku referensi xrefer.com, satu-satunya situs online
yang mempublikasikan kamus jazz itu. Kamus jazz baru tersebut
melengkapi koleksi yang sudah terpampang di http://www.xrefer.com,
seperti The Grove Concise Dictionary of Music, The Oxford
Dictionary of Music, dan The Penguin Dictionary of Music.
Kamus jazz The New
Grove Dictionary of Jazz sendiri adalah yang terbesar,
terlengkap, paling komprehensif, serta dianggap sebagai
referensi tentang kerja jazz yang paling akurat yang pernah
dipublikasikan. Lebih dari 4500 artikel dari penulis-penulis
terkenal dalam berbagai aspek bahasan, dari mulai karya
jazz, komposisi, komposer, aransemen, instrumen, terminologi
jazz, style jazz, label jazz, institusi, klub jazz,
festival-festival dan tentu saja rekaman-rekaman jazz. Selain itu,
buku wajib bagi para penggemar jazz dan pemerhati jazz ini berisi
biografi dari para master jazz, dan 1800 koleksi jazz
terpilih.
Pada terbitan
terbaru, Adam Hodgkin, direktur utama xrefer.com menulis,
“The New Grove Dictionary of Jazz adalah kamus terdepan di
bidangnya. Bukan cuma kedalaman pembahasan yang kami sajikan
untuk (para user) xrefer.com, tapi juga manfaat besar yang
kami dapat dari kerjasama business to business ini.”
Musik jazz masuk Indonesia
pertama kali pada tahun 30an. Yang dibawa oleh musisi-musisi dari
Filipina yang mencari pekerjaan di Jakarta dengan bermain musik. Bukan
hanya mentransfer jazz saja, mereka juga memperkenalkan instrumen angin,
seperti trumpet, saksofon, kepada penikmat musik Jakarta. Mereka
memainkan jazz ritme Latin, seperti boleros, rhumba, samba dan lainnya.
Nama-nama musisi yang masih
diingat adalah Soleano, Garcia, Pablo, Baial, Torio, Barnarto dan
Samboyan. Selain bermain di Jakarta, seperti di Hotel Des Indes
(sekarang Duta Merlin Plaza) dan Hotel Der Nederlander (jadi kantor
pemerintahan), mereka juga bermain di kota lain, seperti di Hotel Savoy
Homann – Bandung dan di Hotel Oranje (Yamato) – Surabaya.
Pada tahun 1948, sekitar 60
musisi Belanda datang ke Indonesia untuk membentuk orkestra simfoni yang
berisi musisi lokal. Salah satu musisi Belanda yang terkenal adalah
Jose Cleber. Studio Orkestra Jakarta milik Cleber mengakomodasi
permainan musik California. Band-band baru bermunculan seperti The
Progressive Trio, Iskandar’s Sextet dan Octet yang memainkan jazz dan
The Old Timers yang memainkan repertoir Dixieland.
Pada tahun 1955, Bill Saragih
membentuk kelompok Jazz Riders. Ia memainkan piano, vibes dan flute.
Anggota lainnya adalah Didi Chia (piano), Paul Hutabarat (vokal), Herman
Tobing (bass) dan Yuse (drum). Edisi selanjutnya beranggotakan Hanny
Joseph (drum), Sutrisno (saksofon tenor), Thys Lopis (bass) dan Bob
Tutupoly (vokal).
Band jazz yang terkenal tahun
1945 – 1950 di Surabaya beranggotakan Jack Lemmers (dikenal sebagai Jack
Lesmana, ayah Indra Lesmana) pada bass/gitar, Bubi Chen (piano), Teddy
Chen, Jopy Chen (bass), Maryono (saksofon), Berges (piano), Oei Boen
Leng (gitar), Didi Pattirane (gitar), Mario Diaz (drum) dan Benny Hainem
(clarinet).
Nama-nama musisi jazz di Bandung
tahun 50 – 60an adalah Eddy Karamoy (gitar), Joop Talahahu (saksofon
tenor), Leo Massenggani, Benny Pablo, Dolf (saksofon), John Lepel
(bass), Iskandar (gitar dan piano) dan Sadikin Zuchra (gitar dan piano).
Musisi-musisi muda di Jakarta
bermunculan tahun 70 – 80an. Di antaranya Ireng Maulana (gitar), Perry
Pattiselano (bass), Embong Raharjo (saksofon), Luluk Purwanto (biola),
Oele Pattiselano (gitar), Jackie Pattiselano (drum), Benny Likumahuwa
(trombon dan bass), Bambang Nugroho (piano), Elfa Secioria (piano).
Beberapa musisi muda lainnya mempelajari rock dan fusion, tapi masih
dalam kerangka jazz. Mereka adalah Yopie Item (gitar), Karim Suweileh
(drum), Wimpy Tanasale (bass), Abadi Soesman (keyboard), Candra Darusman
(keyboard), Joko WH (gitar) dan lainnya.
Pertengahan tahun 80an, nama
Fariz RM muncul. Ia lebih mengkategorikan musiknya sebagai new age.
Namun, beberapa komposisinya bernafaskan pop jazz, bahkan latin. Indra
Lesmana, Donny Suhendra, Pra B. Dharma, Dwiki Darmawan, Gilang Ramadan
membentuk Krakatau, dan akhirnya kelompok ini bertransformasi menjadi
Java Jazz, dengan mengganti beberapa personil.
Tahun 90an hingga sekarang,
banyak sekali musisi dan kelompok jazz yang terbentuk. Musik jazz yang
dibawakan tidak lagi mainstream, namun hasil distilasi berbagai musik
seperti fusion, acid, pop, rock dan lainnya. Sebut saja SimakDialog,
Dewa Budjana, Balawan dan Batuan Ethnic Fusion, Bali Lounge, Andien,
Syaharani, Tompi, Bertha, Maliq & D’essentials dan masih banyak lagi
lainnya.
Musisi jazz biasanya banyak
bermunculan di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Bali. Hal ini disebabkan
arus musik jazz lebih banyak mengalir di sana lewat pertunjukan jazz
(JakJazz, Java Jazz Festival, Bali Jazz Festival), sekolah musik jazz,
studio rekaman dan kafe yang menampilkan jazz. Seorang yang juga berjasa
“mengalirkan” arus jazz ke Indonesia adalah Peter F. Gontha, seorang
pemilik JAMZ dan pendiri pemrakarsa Java Jazz Festival. (AL/Angga,
Berbagai sumber dan analisa
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !